Studi terbaru oleh ilmuwan
NASA, Joey Comiso, menemukan bahwa es tertua dan tertebal di Laut Artik
menghilang alias mencair lebih cepat daripada lapisan es yang lebih muda dan
tipis. Penemuan tersebut dipublikasikan di Journal of Climate yang terbit bulan Februari 2012.
Pencairan es tertua tersebut membuat kawasan Artik semakin terancam.
"Tutupan es di Artik menjadi semakin tipis karena
kehilangan lapisan es tebal secara cepat. Pada saat yang sama, suhu permukaan
di Artik meningkat, menyebabkan semakin pendeknya musim pembentukan es,"
kata Comiso yang dikutip NASA, Rabu (29/2/2012).
Dalam penelitian, Comiso membandingkan tutupan es abadi pada
tahun 1980 dan tahun 2012. Data diambil dengan satelit pada tanggal 1 November
1979-31 Januari 1980 dan 1 November 2011-31 Januari 2012. Pengambilan data
dilakukan dengan satelit Nimbus-7 milik NASA dan Special Sendor Microwave
Imager/Sounder (SSMS) milik Defense Meteorological Satellite Program (DMSP).
Citra yang diambil bisa dilihat dalam gambar di atas. Wilayah
yang tertutup es abadi digambarkan dengan warna putih terang dan wilayah
rata-rata yang tertutup es berwarna biru hingga putih susu. Hasil pencitraan
menunjukkan bahwa luasan es abadi (semua wilayah permukaan laut yang tertutup
es abadi minimal 15 persen) menurun sebesar 15,1 persen per dekade.
Sementara wilayah es abadi (area yang sepenuhnya tertutup oleh
es abadi) juga mengalami penurunan cukup signifikan, sebesar 17,2 persen per
dekade.
Ilmuwan mengenalkan tiga jenis es. Es abadi adalah es yang tetap
beku lebih dari dua musim panas. Es musiman adalah es yang terbentuk pada musim
dingin dan cepat mencair. Sementara es perenial adalah es yang bisa bertahan
paling tidak satu musim panas.
Dari penelitian, Comiso menemukan bahwa luas es perenial
mengalami penurunan sebesar 12,2 persen per dekade. Sementara area es perenial
menurun 13,5 persen per dekade.
"Butuh suhu dingin yang cukup panjang bagi es abadi untuk
berkembang lebih tebal sehingga bisa bertahan di musim panas dan membalikkan
tren ini," tambah Comiso.